GD

Resensi buku Ilusi Negara Islam

Buku ini dieditori oleh KH. Abdurrahman Wahid atau yang akrab kita sapa dengan sebutan Gus Dur. Buku ini berjudul lengkap “Ilusi Negara Islam – Ekspansi Gerakan Islam Transnasional di Indonesia”. Buku ini sepertinya dikerjakan secara urunan oleh beberapa peneliti yang tergabung dalam Gerakan Bhineka Tunggal Ika, the Wahid Institute, dan Maarif Institute dimana ketiga lembaga ini terkenal sebagai lembaga yang memperjuangkan nilai-nilai kebangsaan, NKRI, perjuangan terhadap Hak Azasi Manusia, dan nilai-nilai pluralisme di Indonesia.

Buku ini, termasuk sebagai salah satu buku “berani”. Kenapa demikian? Karena buku ini adalah sebuah buku yang menelanjangi gerakan-gerakan Islam radikal yang bersifat transnasional yang menyusup disetiap sendi bangsa ini, mulai dari institusi paling kecil seperti masjid-masjid di daerah, institusi pendidikan yang paling rendah sampai tertinggi, dan lembaga pemerintahan yang merumuskan perda-perda syariah diberbagai daerah.

Selain itu, buku ini juga sangat berani dalam membuka identitas dan nama secara gamblang dalam setiap pergerakan Islam transnasional itu. Buku ini tidak segan menyebut nama-nama organisasi “beken” di bangsa ini seperti HTI, dan PKS yang “dituduh” Gus Dur sebagai agen-agen gerakan Islam radikal

Apa itu Islam transnasional? Islam transnasional adalah sebuah nama gerakan yang mencoba menyebarkan pandangan atau sebuah ideologi dari “salah satu” tafsir atas Islam keberbagai negara. Islam yang dimaksud dalam hal ini adalah Islam dalam pemahaman kaum Wahabi.

Kaum Wahabi adalah sebuah kelompok Islam yang lahir dari pengikut Muhammad ibn ‘Abdul Wahab. Dalam buku ini, Wahabi dikategorikan sebagai sebuah sekte Islam garis keras yang kaku dan ketat dalam menjalankan sesuatu yang mereka anggap benar. Mereka memahami Islam dengan cara yang sangat literal harafiah.

Penafsiran literal harfiah yang dimaksud adalah penafsiran memandang kitab Suci Al Quran yang melupakan konteks situasi sosio historis teks itu dan menerapkannya secara langsung dalam konteks sekarang. Bisa dikatakan metode ini adalah sebuah metode yang berusaha meniru setiap teks, kata demi kata, sesuai dengan apa yang tertera dalam kitab itu.

Berkembangnnya paham Wahabi ini, tidak bisa dilepaskan dari cara pandang mereka terhadap perubahan zaman yang sering kita kenal sebagai globalisasi. Globalisasi ditenggarai sebagai biang kerok hancurnya kehidupan moral masyarakat dewasa ini. Bahkan lebih jauh lagi, kemunduran dominasi Islam dalam peradaban dunia sekarang ini digadang-gadang karena “ulah” globalisasi ini.

Globalisasi dituduh sebagai musuh Islam. Globalisasi dituduh sebagai faktor utama kemunduran dari nilai-nilai Islam. Sebagai respon atau tanggapan terhadap globalisasi ini, sekte ini berkeyakinan bahwa jalan satu-satunya adalah peradaban dunia, mulai dari skala lokal sampai global, harus kembali kepada ajaran Islam yang “benar”.

Persoalan yang muncul kemudian adalah, “Bagaimana Islam yang benar itu dipahami?” Seperti yang sudah disampaikan di atas, sekte Wahabi menjawab bahwa Islam yang benar adalah ketika Islam dalam Al Quran ditaati sebagai sebuah teks hurufiah dengan melupakan konteks yang mengiringi teks tersebut.

Buku ini menceritakan bahwa gerakan ini ditopang oleh dana yang kuat, melimpah, dan buku ini memberi istilah yang cukup menarik yaitu, “petrodollar” dari Arab Saudi. Khusus untuk Indonesia, dana segar sebesar 70.000.000.000 US dollar dikucurkan demi menyebarkan paham Wahabi ini ke seluruh pelosok tanah air.

Dengan kucuran dana sebesar ini, gerakan Wahabi bisa dikategorikan sebagai gerakan yang TSM alias, terstruktur, sistematis, dan massif, yaitu mulai dari gerakan kecil sampai besar, mulai menduduki masjid-masjid di daerah sampai menyusup ke Muhammadiyah dan NU, mulai dari gerakan politik PKS sampai usaha-usaha perda syariah. Dengan kucuran dana sebesar itu, apa pun bisa dilakukan, bukan?

Hal menarik dalam buku ini adalah bagaimana penilaiannya terhadap sekte ini sangat “blak-blakan”, bahkan cenderung menilai dengan nada mengejek. Kesan bahwa sekte ini dipandang sangat tidak terpelajar, memiliki kebodohan yang tersembunyi, dan sangat berpikir dangkal kental sekali disepanjang buku.

Kesan bodoh inilah yang membuat pengikut Wahabi di Indonesia itu mudah terprovokasi oleh klaim dan dogma teologis yang kebenarannya tidak lagi diverifikasi atau dipikirkan ulang. Masyarakat yang mudah diprovokasi ini akhirnya menghasilkan seorang muslim garis keras, mau melakukan apa saja, radikal, serta militan.

Buku ini memberi gambaran yang cukup komprehensif mengenai apa itu gerakan Wahabi yang bersifat transnasional dan bagaimana strategi gerakan ini dalam menyebarkan pahamnya di Indonesia. Bisa dikatakan juga bahwa buku ini sebagai usaha pencegahan gerakan Wahabi tumbuh subur di Indonesia karena dampaknya yang bisa mencederai semangat NKRI dan Pancasila.

Buku ini ditulis dengan gaya bahasa yang sederhana sehingga mudah dimengerti oleh setiap pembaca.

Buku ini wajib dibaca karena bisa memberikan wawasan dan cara pandang baru dalam membaca peta politik dan kehidupan sosio religious di Indonesia sekarang ini. Walau ditulis pada tahun 2009, tapi isi dari buku tetap relevan dan malah semakin terbukti semua “ramalan” dan “nubuatan”nya terhadap gerakan Islam garis keras, Wahabi.