GD

Pengikut Maliky vs Pengikut Syafi’i

Abuya as-Sayyid Muhammad Alawi al-Maliki sekali waktu bercerita bahwa di masa beliau masih menuntut ilmu di Masjidil Haram, terdapat sebuah tulisan di papan yang terpampang di gang-gang menuju Masjidil Haram. Tulisan di papan tersebut berbunyi:

مَنْ أَرَادَ الْمَذْهَبَ النَّفِيْسْ .. فَعَلَيْهِ بِمَذْهَبِ ابْنِ إِدْرِيْسْ

Artinya, “Barangsiapa yang menginginkan mazhab (fiqih) yang baik, maka hendaknya ia memilih mazhab Ibn Idris (yakni, Imam asy-Syafi`i).”
Setelah diteliti, ternyata penulisnya adalah seorang santri yang bermazhab Syafi`i. Abuya berkata seraya bercanda, “Pasti penulisnya adalah orang Jawa/Indonesia”. Tujuan dari tulisan tersebut adalah agar para santri lebih memilih mazhab Syafi`i ketimbang mazhab Maliki atau lainnya, dan agar mereka lebih memilih halaqah (majlis taklim) para Masyayikh yang bermazhab Syafi`i daripada yang bermazhab Maliki atau lainnya. Rupanya tulisan ini tidak menggenakkan hati para santri yang menganut mazhab Maliki, sehingga muncullah kecemburuan sosial dari mereka, tetapi tidak mengarah pada fanatisme. Mereka mulai mencari-cari ungkapan serupa yang sekiranya dapat mengungguli ungkapan sebelumnya, maka muncullah ungkapan seperti ini:

 

كَيْفَ لاَ يَكُوْنُ ذَلِكْ .. وَشَيْخُهُ اْلإِمَامْ مَالِكْ ؟

Artinya, “Bagaimana Ibn Idris (Imam as-Syafi`i) tidak akan menjadi seperti itu, sementara gurunya adalah Imam Malik?”
Ungkapan itu kemudian ditulis di sebuah papan dan dipampang di bawah tulisan yang sebelumnya.

MAJALAH MAFAHIM