Education

Evolusi Pendidikan

[Sebuah Kata Pengantar Karya Tulis tentang Integrasi Pembelajaran Teknologi Informasi dengan Islamic-based Education, SM al-Firdaus, Surakarta, 2005]

Perkembangan ilmu pengetahuan pada abad yang baru saja lampau berlangsung dengan sangat cepat. Di berbagai penjuru dunia diketemukan banyak hal yang sebelumnya hanya menjadi khayalan manusia. Sejak Icarus memimpikan manusia bisa terbang, selama ribuan tahun itu pula manusia harus menunggu. Wright bersaudara mewujudkan impiannya itu pada abad yang lampau. Hal ini merupakan salah satu puncak pencapaian peradaban manusia sebagai hasil proses belajar yang mengeluarkan Eropa dari Zaman Kegelapannya.

Kemajuan yang amat pesat ini juga membawa dampak yang tidak kita perhitungkan sebelumnya. Penyakit semacam HIV/AIDS, keroposnya lapisan ozon, menghilangnya hutan hujan tropis, dan fenomena global lainnya membuat kita harus menoleh kembali ke belakang. Pertanyaan, “Benarkah ini efek samping dari peradaban?” diajukan untuk menjadikan kita waspada pada konsekuensi setiap perubahan yang kita buat. Kloning yang kita lakukan pada domba akhirnya berbuah upaya kloning pada manusia, dan bukannya pada usaha memperkembangbiakkan satwa langka yang hampir punah. Pilihan disajikan, dan manusia telah memilih.

Demi hal yang sifatnya sementara, manusia semakin giat melakukan eksploitasi pada Mother Nature. Perhatian ke arah penyelamatan bumi pun menjadi usaha yang nyaris sia-sia seandainya tidak didukung oleh kekuasaan. Bahkan, kekuasaan itu sendiri seringkali diraih dengan jalan melakukan eksploitasi pada sumber daya alam. Dari titik inilah diketahui seberapa jauh hasil proses belajar manusia telah mampu mengubah wajah dunia. Proses ini ternyata tidak bisa berpaling dari Hakikat, Penyebab Utama semua kejadian yang ada di alam semesta.

Pendidikan yang berbasis manfaat dan kesinambungan harus segera digagas. Manfaat diarahkan untuk menciptakan kesejahteraan dan perdamaian, sedangkan kesinambungan diperlukan sebagai proses pewarisan ilmu kepada generasi yang akan datang. Landasan yang paling konkret dan aplikatif dari pelaksanaan model pendidikan ini adalah Tauhid pada Tuhan, Allah SWT. Allah telah menggoreskan pena sebagai petunjuk hidup manusia. Goresan ini tidak diciptakan untuk sekedar diketahui saja. Pemahaman akan makna yang ada di baliknya merupakan penerang dalam setiap jalan yang ditempuh manusia.

Teknologi Informasi muncul sebagai aplikasi ilmu pengetahuan yang tidak berbatas. Ia mendekatkan jarak antar manusia dan membawa manusia pada manisnya komunikasi global. Bersama dengan itu, perangkat-perangkat peradaban seperti bahasa, kebudayaan dan teknologi turut dipaketkan dalam bentuk-bentuk digital.

Dalam dunia digital, ruang informasi tidak dibatasi oleh bentuk tiga dimensi. Pengungkapan sebuah gagasan dan pemikiran dapat pula menyertakan serangkaian petunjuk multidimensi ke arah perluasan sebuah pendapat, yang bisa ditanggapi atapun diabaikan. Struktur teks harus dibayangkan sebagai sebuah model molekuler yang kompleks. Potongan-potongan informasi harus ditata ulang, kalimat diperluas, dan kata-kata harus diberi penjelasan saat itu juga. Dan hubungan-hubungan ini bisa dirangkai pada saat “terbitnya” informasi itu ataupun oleh pembaca pada waktu-waktu yang akan datang. (Negroponte, 1996)

Paket-paket ini ditransmisikan melalui jaringan kabel dan udara bebas ke seluruh pelosok dunia. Infomasi lantas menjadi suatu hal yang tidak dapat dibendung karena dapat diakses oleh siapa saja. Dunia seperti dilipat karena dekatnya jarak antar manusia saat ini. Paket-paket ini juga ditransformasikan ke dalam bentuk-bentuk lokal. Informasi yang didapatkan dari satu sisi dunia akan segera diterjemahkan sehingga dapat ditangkap dengan mudah oleh masyarakat sisi yang lainnya.

Informasi ini juga adalah komoditas yang mendukung industri baru dengan sekian banyak jumlah tenaga kerja kreatif yang terlibat. Karena sifatnya yang tidak berbatas, Teknologi Informasi bebas ditransmisikan kemana saja dan ditransformasikan dalam bentuk apa saja

Transisi dari zaman industri ke dalam zaman pasca-industri atau era informasi telah merupakan bahan perbincangan sejak lama sehingga kita tidak menengarai apabila kita ternyata telah melewatinya. Zaman industri adalah zaman atom yang telah memberikan kepada kita pengertian tentang produksi massal, dengan perekonomian yang dibangun dari pabrikasi yang seragam dan berulang-ulang oleh setiap orang yang memiliki ruang dan waktu. Era informasi, era komputer, menunjukkan kepada kita skala ekonomi yang sama, tapi tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Pabrikasi bit bisa terjadi dimana saja, setiap saat dan, sebagai contoh, bergerak dari bursa saham New York, London dan Tokyo seolah mereka bertiga adalah mesin yang berdekatan. (Negroponte, 1996)

Teknologi Informasi tidak hanya meliputi segala sesuatu yang berhubungan dengan komputer dan sistem informasi yang menjadi antarmukanya (interface) tetapi juga teknologi jaringan yang menghubungkan komputer-komputer di seluruh dunia. Melalui gerbang (gateway) yang ada di masing-masing negara, jaringan ini terjalin menjadi kesatuan yang disebut Wold Wide Web (WWW). Keterhubungan secara fisik inilah yang menjadikan ketiadaan batas ruang dan waktu seperti dikatakan oleh Nicholas Negroponte, pendiri Media Lab Massachussets Institute of Technology (MIT), terwujud.

Menjamurnya industri perangkat lunak (software) dan perangkat keras (hardware) telah mendaulat Teknologi Informasi sebagai salah satu pemimpin pasar industri dunia diantara minyak bumi, food and beverages, hiburan, media massa dan sebagainya. Perkembangan yang mengarah pada kapitalisme dan persaingan tidak sehat (monopoli) ini menimbulkan antitesis di sebagian kalangan yang merasa tidak puas. Kalangan ini berpendapat, sebagai sebuah revolusi ilmu pengetahuan, Teknologi Informasi tidak seharusnya menjadi milik sebagian orang yang mempunyai modal (capital) saja. Mereka kemudian meluncurkan terminologi Open Source sebagai sarana mengaktualisasikan ekspresi ini.

Pendidikan adalah pihak yang juga memproklamirkan diri menjadi milik setiap lapisan masyarakat sehingga negara wajib memberi fasilitas dan akses kepadanya. Kedua elemen ini akan menjadi sebuah kekuatan baru apabila penyatuannya diberi arah yang benar. Penentuan arah inilah yang mendasari perlunya dilibatkan nilai-nilai agama dalam implementasinya.