GD

Segala Sesuatunya Harus Punya Dalil

Sekarang ini kan orang Indonesia lagi demen sama ustadz2 yang hobi berdalil.
Lantas banyak yang mengira bahwa urusan berdalil ini hanya bisa diterapkan pada urusan syari’at, padahal urusan berdalil ini kalo di pesantren bisa masuk di arena kehidupan di mana saja.
Contohnya dalam hal hubungan suami istri juga berdalil itu hal yang wajar. Berpegang pada prinsip bil mitsal yattadhih al maqol, yang berarti, dengan ilustrasi menjadi jelaslah sebuah teori, saya akan memberi beberapa ilustrasi tentang betapa romantis santri muda ketika berdialog dengan istri mereka sambil ber istinbath (mengambil hukum dari kaidah-kaidah yang ada dalam ilmu syariah).

Ilustrasi 1: Contoh Romantis

Istri: Abi, nggak apa-apa nih aku ganggu walau Abi lagi sibuk banget kerjanya?

Suami: Nggak apa-apa, Mi, karena al wajib la yutroku illa li wajib. Suatu yang wajib tidak boleh ditinggalkan, kecuali untuk hal yang wajib pula. Bekerja, cari nafkah buat anak istri dalam agama Islam itu wajib hukumnya, wahai moon of my life. Tapi, menyenangkan hati kamu, membuat senyum kecil di wajah manismu, itu juga kewajibanku sebagai imammu. sambil kecup dahi

Istri: mencubit gemas suami

Ilustrasi 2: Makin Romantis

Istri: Abi, kata ustadz di radio, qunut Subuh nggak boleh karena hadisnya daif.

Suami: Neng, hadis daif itu hadis lemah, bukan hadis palsu. Hadis daif masih bisa meningkat status hukumnya menjadi hadis hasan alias hadis baik jika bertemu dengan hadis daif lainnya. Hadis daif juga tergantung perawinya. Itu sama halnya dengan aku dan kamu, kita berdua adalah makhluk lemah di mata Allah Taala, tapi dengan kebersamaan kita, aku yakin masa depan kita akan menjadi lebih baik. Sama juga walaupun kamu daif dimata orang lain, tapi kamu shahih diamata abi pegang tangan istri

Istri: Kyaaa!!!

Ilustrasi 3: Terus Romantis

Istri: Kok Abi tahu sih aku lagi pengin tas? sambil buka paket kiriman olshop

Abi: Lho, kamu lagi sering stalking IG online shop yang jual tas kan?

Istri: Iya, Bi. Tapi hubungannya apa?

Suami: Karena al ‘adah muhakkamah. Artinya, kebiasaan (adat istiadat) bisa dijadikan sebagai ketetapan. Karena kebiasaan kamu akhir-akhir ini kayak gitu, berarti kamu lagi pengin tas. Ya udah, aku beli satu.

Istri: lempar tas, peluk suami

Ilustrasi 4: Tetap Romantis

Suami: Eee, Neng, kok belinya sate ayam sih?

Istri: Lho, Abi pas di-WA kan mintanya sate. Biasanya abi doyan sate ayam, jadi aku beli itu. Salah ya?

Suami: Mm, padahal maksudnya sate kambing.

Istri: Yah, maaf ya, Bi. Soalnya Abi nulisnya Cuma sate. Abi nggak marah kan?

Suami: Iya, sayang, nggak apa-apa. Aku nggak marah kok. Al hudud tasquth bi syubhat, hukuman nggak bisa dilaksanakan jika perkaranya samar-samar. Ini salah aku yang nggak jelas nulisnya.

Istri: peluk suami acara makan sate bubar

Ilustrasi 5: Masih Romantis

Istri: Abi, aku mau tanya deh, kenapa kalau aku lagi marah-marah, Abi malah diem dan nggak ikutan marah?

Suami: Karena adh dhoror la yuzal bi dhoror. Suatu kejelekan nggak bisa hilang walau ditutupi kejelekan yang lain. Apalagi kalau sampai Abi mukul Neng, naudzubillah. Padahal tashorruf al imam ‘alar ro’iyyah manuth bil mashlahah, tindak tanduk seorang imam atas makmumnya harus diarahkan ke arah kebaikan. Apa mau Neng punya imam yang gagal?

Istri: Ngaaak :’(

Ilustrasi 6: Saatnya Minta Izin

Suami: Sayang, aku nikah lagi ya?

Istri : Abi! Kok tegaaa!?!

Suami: Eee, bentar, sayang. Kalau itu karena kaidah al jam’u awla min at tarjih alias menggabungkan dua hal yang tampak bertentangan lebih utama daripada harus mengeliminir salah satunya.

Istri: lempar tabung gas 3 kilo sambil bilang “makan tuh dalil”