GD

Sains dan Islam yang jadi berita hoax (Nadirsyah Hosen)

Oleh: Nadirsyah Hosen

 

1. Selain soal politik, berita hoax yg sering beredar adalah mengenai temuan sains akan kebenaran ajaran Islam. Berita spt ini menyebar dg cepat dan bisa bertahan lama bertahun-tahun daya edarnya. Mengapa bisa begini dan bagaimana menghadapinya?

2. Ada semacam keminderan akibat kita merindukan kemenangan dan bukti kebenaran ajaran Islam, khususnya dlm bidang iptek. Maka mudah sekali kita terpesona dg “berita” penelitian orang barat (nasrani, yahudi atau ateis) yg membuktikan kebenaran ajaran Islam dan lalu memeluk Islam

3. Rasa minder akibat kekalahan iptek dunia Islam dg barat saat ini dan keinginan membuktikan secara rasional dan empirik kebenaran ajaran Islam jadi biang keladinya. Anehnya dlm “berita” yg meneliti itu orang barat, bukan orang Islam. Kemana saintis Muslim?

4. Kita cukup terharu dan bangga bhw ternyata ajaran Islam itu benar sesuai dg “penelitian” org barat. Satu sisi kita minder dg org barat bahkan dlm taraf tertentu mencurigai dan membencinya. Tapi dlm soal “berita” sains dan Islam kita rame2 berbangga krn ujungnya mrk masuk Islam

5. Ada masalah krusial di sini, selain rasa minder di atas, yaitu kita alpa bhw penelitian sains itu terus berkembang. Kalau hasil temuan skr dianggap cocok dg al-Qur’an, lantas kalau 50 th lg ada penelitian terbaru yg hasilnya berbeda gimana? Masak mau bilang Qur’an salah?

6. Itu kalau memang benar terjadi penelitian spt yg beredar, kalau ternyata hoax gimana? Gimana cara ngeceknya?

7. Ngeceknya sebenarnya mudah kalau kita tidak malas atau kalau ghirah keislaman kita belum membunuh rasa ingin tahu kita sbg seorang akademisi/peneliti. Celakanya hoax itu jg disebar oleh kaum terdidik. Gawat kan!? Masih enak kalau ngaku khilaf dan minta maaf. Eh ini cuek aja

8. Ngeceknya gini: Kalau disebut nama tokoh peneliti dlm “berita” yg viral itu, silakan digoogle nama tsb. Kalau memang beneran ada dan pakar betulan maka akan muncul namanya di website kampus universitas kelas dunia plus artikel2 ilmiahnya. Kalau gak ada, kita patut curiga

9. Atau kalau “berita” yg viral itu menyebut nama jurnal ilmiah dalam tulisannya (biar terkesan keren), tinggal kita cek benarkah ada jurnal itu dan apa benar penelitian tsb dimuat di jurnal itu.

10. Tapi byk dari kita tentu tdk merasa perlu buang waktu utk mengeceknya. Ghirah keislaman kita, plus rasa malas, dan kemudian ditambah kalimat di akhirnya utk menyebarkan info sbg tanda bela Islam, membuat jempol kita lebih cepat bergerak menshare ketimbang otak berpikir kritis.

11. Tingkat literasi kita memang rendah. Dan yg sdh rajin baca buku, tingkat kritisnya (critical reading) jg perlu ditingkatkan, bukan hanya bertumpu pada kekuatan menghafal saja. Hoax tumbuh subur krn produsen hoax tahu kita malas membaca apalagi mengkritisi hasil bacaan kita.

Tabik,

Nadirsyah Hosen