GD

Ahli Baca

Sumber asli: https://sufimuda.net/2017/03/14/ahli-baca/

 

Beda orang yang telah menemukan kebenaran dengan orang yang merasa benar adalah dari sikapnya. Orang yang telah menemukan kebenaran akan lebih fokus memperbaiki diri karena dia merasakan karunia luar biasa atas apa yang didapat, rasanya tidak pantas dia mendapat karunia besar itu, makanya sebagai rasa syukur kepada Allah setiap saat dia selalu memperbaiki diri, berakhlak baik sehingga kebenaran tersebut senantiasa bersemayam di dadanya. Sementara orang yang merasa benar akan terlihat dari sikapnya, cenderung mencari kesalahan orang lain dan merasa dialah orang paling benar di dunia ini.

Kebenaran hakiki adalah karunia langsung dari Allah yang dititipkan dalam hati hamba-Nya yang lembut lagi tenang, dengan itu dia merasakan badan di dunia tapi ruhani seakan-akan telah berada di surga, berada selalu disisi-Nya. Tentu hal ini tidak didapat lewat membaca tapi dengan ketekunan melaksanakan apa yang diperintahkan dan meninggalkan apa yang dilarang.

Orang yang memperoleh pengetahuan hanya lewat membaca tanpa berguru akan cenderung menjadi orang yang merasa benar sendiri, karena pengetahuan diperoleh tanpa bimbingan, teguran dan arahan. Termasuk dalam hal ini orang-orang yang membaca al-Qur’an kemudian memaknai dengan akal fikiran sendiri dan lebih berbahaya kemudian memberikan pendapat kepada orang lain untuk dijadikan sebagai hukum.

Maka dengan metode membaca ini lahirlah ulama-ulama instan yang memperoleh ilmu hanya lewat membaca tanpa pernah tahu cara mempratekkan apa yang dibaca. Bahkan orang-orang seperti ini hapal al-Qur’an dan membacanya dengan fasih, dengan pengetahuan membaca ini kemudian memberikan pendapat dan menuduh orang lain sesat, bid’ah dan kafir. Kita harus sangat hati-hati dengan orang yang hanya ahli baca ini karena Nabi SAW mengingatkan kita semua lewat hadist Beliau :

“Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan atas kamu adalah seseorang yang telah membaca (menghafal) al-Qur’ân, sehingga ketika telah tampak kebagusannya terhadap al-Qur’ân dan dia menjadi pembela Islam, dia terlepas dari al-Qur’ân, membuangnya di belakang punggungnya, dan menyerang tetangganya dengan pedang dan menuduhnya musyrik”. Aku (Hudzaifah) bertanya, “Wahai nabi Allâh, siapakah yang lebih pantas disebut musyrik, penuduh atau yang dituduh?”. Beliau menjawab, “Penuduhnya”. (HR. Bukhâri).

“Akan keluar suatu kaum dari umatku, mereka membaca Alquran, bacaan kamu dibandingkan dengan bacaan mereka tidak ada apa-apanya, demikian pula shalat dan puasa kamu dibandingkan dengan shalat dan puasa mereka tidak ada apa-apanya. Mereka membaca Alquran dan mengiranya sebagai pembela mereka, padahal ia adalah hujjah yang menghancurkan alasan mereka. Shalat mereka tidak sampai ke tenggorokan, mereka lepas dari Islam sebagaimana melesatnya anak panah dari busurnya.” (HR. Abu Dawud).

“Akan ada di akhir zaman suatu kaum yang usianya muda, dan pemahamannya dangkal, mereka mengucapkan perkataan manusia yang paling baik (Rasulullah), mereka lepas dari Islam sebagaimana lepasnya anak panah dari busurnya, iman mereka tidak sampai ke tenggorokan..” (HR Bukhari)

Lepas dari Islam yang dimaksud Nabi bukan berarti keluar dari agama Islam akan tetapi mereka tidak menemukan Islam secara hakiki, tidak sampai kepada ruh Islam. Mereka hanya mengenal Muhammad Nabi lewat bacaan tapi ruhaninya tidak pernah berjumpa dengan ruhani Muhammad Rasulullah, mereka mengenal Islam secara zahir tapi tidak pernah bersentuhan dengan Islam secara bathin.

Karena tidak bersentuhan dengan Islam secara bathin, maka perilaku mereka cenderung kasar, suka menyalahkan orang lain dan lebih parah lagi tanpa sadar menjual ayat-ayat Tuhan untuk kepentingan duniawi.

Ketika mengeluarkan pendapat dengan sangat PeDe mengatakan, “Ini Perintah Allah”! atau “Ini keputusan Allah”, tidak ada sedikit pun diwajah dia perasaan takut kalau kalau apa yang disampaikan berbeda dengan apa yang dimaksud oleh Allah dalam ayat-Nya tersebut.

Sangat benar apa yang anda sampaikan adalah firman Allah yang tertulis dalam al-Qur’an, akan tetapi anda harus sadar bahwa firman tersebut keluar dari mulut anda bukan langsung dari Allah. Jadi harus ada perasaan rendah hati dan rasa takut, jangan sampai mengambil hak Allah, menyatakan pendapat dengan Firman-Nya tapi makna bukan seperti itu.

Firman Allah yang hakiki kalau dibaca oleh orang yang telah beserta Allah akan memunculkan energi Maha Dahsyat sehingga bacaan itu benar-benar memberikan manfaat kepada dirinya dan alam, bukan sekedar bacaan tapi mampu menyalurkan energi dari sisi-Nya dengan memakai teknologi al Qur’an warisan Nabi.

“Dan sesungguhnya andaikata ada suatu bacaan (Kitab Suci) yang dapat membuat gunung-gunung berjalan/berguncang dahsyat atau bumi dipotong-potong/ dibelah-belah atau orang-orang mati diajak bicara / dapat bicara (hidup kembali) niscaya Kitab Suci itu ialah Al-Qur’an. Dan merekapun tidak juga beriman (dan juga masih tidak terpikir juga untuk merisetnya, walaupun Tuhan mengatakan KEDAHSYATAN AL-QUR’AN itu bertubi-tubi)” (QS. AR-RA’AD ayat 31).

Bagaimana mewujudkan apa yang ditulis dalam al-Qur’an di atas, sebuah bacaan yang mampu membelah bumi dan menghidupkan orang mati, tentu ini bukan sekedar bacaan semata akan tetapi dengan menggunakan metodologi warisan Rasulullah SAW sehingga anergi yang terkandung dalam al Qur’an bisa tersalur lewat bacaan tadi.

Jadi bukan sekedar menjadi ahli baca akan tetapi harus sampai kepada ahli dalam mempraktekkannya baru sampai kepada Haqqul Yaqin. Membaca buku silat tidak membuat anda menjadi pendekar kecuali anda berguru kepada ahli silat juga, begitu juga membaca buku cara membuat pesawat tidak akan membuat anda menjadi insinyur pesawat sampai anda berguru kepada ahli pembuat pesawat.